Entri Populer

Senin, 17 Januari 2011

”The Big Fish” Mafia Hukum dan Pajak?

Oleh : Novrizal



”Saya Ikan Teri, saya tidak tahu siapa The big fish, saya bukan The big fish! Silakan tanya pada Bapak Presiden saja, mungkin dia tahu itu! Imbuh Gayus dihadapan para wartawan beberapa waktu yang lalu. Keterangan itu terkesan implisit, seperti ada hal yang tersembunyi. Mengingat siapa The big fish, mulut Gayus terbungkam dengan hati mengutuk karena ketidakadilan hukum yang diterimanya.

Sementara itu, pemberitaan plesiran dirinya ke beberapa tempat di luar negeri membuat publik merasa jengkel dan geram, seakan-akan hukum di negeri ini hanya sebuah permainan uang semata oleh sejumlah orang yang banyak uang. Plesiran Gayus menjadi sebuah tanda tanya besar terhadap publik, kenapa seorang Gayus bolak-balik seenaknya keluar negeri dengan mudah, sedangkan dia berstatus tahanan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua yang dikenal sangat ketat pengawalannya. Hal ini seolah-olah sudah diatur dan terencana. Kemungkinan ada pihak-pihak yang melindungi dan membiarkan, sehingga sosok ikon koruptor berkacamata dan berambut palsu ini layaknya orang yang bebas saat bepergian ke luar negeri. Disinyalir adanya pertemuan Gayus dengan sosok The big fish atau utusannya, saat dia bertandang keluar negeri terkait kasus hukum dan pajak yang bermasalah. Isu tersebut sempat menjadi sorotan hangat di berbagai media massa, hingga saat ini kabar yang mempertegas isu itu perlahan-lahan meredup. Jika hal itu benar, mungkinkah penegak hukum di negeri ini sanggup menuntaskannya?

Sony laksono, demikianlah nama yang tertulis di pasport ”aspal” (baca: asli tapi palsu) yang dimiliki seorang Gayus H. Tambunan ketika hendak melakukan rute wisata ke beberapa negara di Asia Tenggara hingga Bali. Pasport aspal yang memakan biaya hampir 1 milyar tersebut telah mencoreng institusi Imigrasi terkait, sehingga dilakukan pemutasian dan pergantian jabatan di institusi tersebut. Begitu pula dengan calo pembuat pasport aspal yang sudah diamankan petugas berwenang. Sampai saat ini, calo tersebut sedang dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian untuk mengorek keterangan dan pengembangan kasus tersebut. Bagaimana pasport aspal itu bisa melewati pengawasan yang ketat? Di sisi lain telah menunjukan lemahnya pengawasan pihak institusi imigrasi tersebut, atau jangan-jangan pihak institusi imigrasi atau oknumnya tersebut juga terkena biusnya Gayus dan si The big fish itu.

Diduga kuat hal ini melibatkan sejumlah orang yang memiliki pengaruh besar, yaitu merupakan oknum elit politik dan juga pemilik perusahaan. Suap-menyuap perkara pun terjadi antara oknum pajak dan pemilik perusahaan untuk mengambil keuntungan yang merugikan negara terkait kasus utang pajak terhadap negara. Dalam kasus tersebut, Gayus berkata liar di dalam persidangan bahwa ada pihak-pihak yang memperlancar dan terlibat dalam aksinya, yaitu oknum kejaksaan, polri, dan pengusaha atau pihak swasta. Beginilah jadinya jika penegak hukum itu sendiri terlibat dalam skandal hukum.

Aneh dan janggal. Kasus praktek mafia hukum dan pajak terkesan stagnasi, berputar-putar alias mengambang dalam membongkar siapa The big fish mafia hukum dan pajak di negeri ini. Apa sebenarnya yang mempersulit untuk membongkar kasus ini? Pertanyaan sederhana ini muncul karena kekecewaan publik yang pesimis terhadap keadilan hukum yang diterapkan di negeri ini.


Pengaruh Kekuatan Politik dan Ekonomi

Nama seorang mantan Kapolri muncul dan dibawa-bawa ketika beliau dipanggil oleh komisi III DPR-RI mengenai pemaparannya sebelum beliau melepas jabatan sebagai Kapolri, beliau dikatakan turut mengetahui skandal kasus ini pada masa beliau menjabat sebagai Kapolri. Di samping itu, ketua komisi III DPR-RI secara pribadi berpendapat, bahwa tidak gampang dalam penuntasan kasus mafia hukum dan pajak karena banyak pihak yang terkait, yaitu menyangkut pihak yang memiliki pengaruh kekuatan politik dan ekonomi. Ironinya, pendapat itu seolah-olah suatu bentuk kejujuran yang bersifat normatif tetapi mengarah ke suatu petunjuk bila ditelusuri lebih dalam. Tidak salah jika ada hal yang mengancam citra presiden dan partai berkuasa, apabila mulutnya terbuka lebar untuk ”menggigit” pihak yang telah diketahui terlibat skandal tersebut. Pembongkaran kasus tersebut bukan merupakan sebuah kesulitan yang sangat dahsyat, jika hukum di negara ini ditegakan dengan benar, jujur, dan adil. Tidak ada prinsip man of no conflict atau no enemy yang selalu mengambil jalur aman dalam penegakan hukum. Selalu ada resiko, bahkan nyawa sekalipun dipertaruhkan. Jika hal demikian dibiarkan, bisa-bisa negeri ini akan terperosok ke jurang yang dalam.


Dampak Sistemik

Ada pihak menyatakan kasus ini berdampak sistemik yang dapat mengguncang republik apabila dibongkar. Pernyataan tersebut sangat berbahaya, karena menyangkut seluruh elemen pemerintahan termasuk presiden itu sendiri. Apa yang dimaksud berdampak sistemik ini bisa jadi sengaja dibuka kepermukaan agar publik terbius, sehingga terkesan secara perlahan-lahan kasus ini tenggelam karena tidak mungkin untuk dituntaskan. Pernyataan berdampak sistemik itu berarti secara tidak langsung telah menunjukan akan terjadinya chaos stabilitas kepemerintahan, dimana pihak-pihak yang terkait saling melindungi dan dilindungi oleh partai politiknya, sedang kader partai tersebut duduk di pemerintahan pusat yang tengah berkoalisi. Bisa jadi koalisi akan terpecah, lalu SETGAB (Sekretariat Gabungan) yang telah dibentuk dengan tujuan sebagai pondasi kebijakan, mencari titik kesepakatan, dan tujuan oleh tiap fraksi partai tidak akan berfungsi.

Tim independent Satgas dalam investigasi skandal ini terkesan bersikap dingin, Satgas tidak mengungkap dan berterus-terang dalam temuan-temuan penyelidikannya. Satgas bentukan presiden cenderung pasif, hanya sebatas menunjukkan bahwa presiden serius dalam membongkar kasus tersebut. Pada kenyataannya belum bisa dikatakan serius karena presiden SBY dianggap tidak turun ke lapangan dalam kasus ini. Lalu kenapa masalah mafia hukum dan pajak tidak bisa diatasi? Sekuat itukah pihak yang terlibat di dalamnya? Bisa jadi jika ada pihak yang dilibatkan, kemungkinan akan terjadi saling lempar skandal kasus, atau mungkin saja saling sandera skandal terhadap sesama partai besar yang akan dibeberkan ke publik.


Saling Sandera Skandal

Bisa jadi, kasus Bank Century yang diduga melibatkan pihak partai Demokrat, sehingga terpaan media terhadap kasus tersebut seolah-olah ditiadakan oleh pemberitaan Gayus. Sedangkan kasus Gayus kini menjadi fokus utama yang membuat sikap partai Golkar menjadi reaktif dianggap memojokan pihaknya, baik sengaja maupun tidak, kasus ini akan menjadi sebuah ancaman citra partai Golkar oleh partai yang berkuasa. Kasus sebelumnya juga, adanya penyerangan dan pemukulan terhadap anggota ICW (Indonesian Corruption Watch) oleh sekelompok orang yang dituding adalah orang-orang utusan institusi kepolisian terkait kasus rekening buncit. Sehingga dapat dikatakan bahwa telah terjadi saling sandera skandal oleh partai papan atas. Apabila partai berkuasa memperluas dan menuntaskan kasus skandal mafia hukum dan pajak ini, maka pihak partai yang merasa terlibat akan balas mengancamnya atau melakukan sabotase, sehingga partai oposisi PDI-P yang di luar pemerintahan mengambil sikap dan momentum yang bagus atas kegagalan pemerintahan partai berkuasa dalam menangani berbagai problematika di negeri ini.

Jadi, kasus gayus ini seolah-olah sengaja ditarik ulur dan hanya sekedar formalitas tanpa mencari siapa The big fish yang dimaksud. Hukum pun tidak berjalan dengan semestinya, ketika Gayus membeberkan oknum-oknum yang terlibat justru dirinya yang diberatkan. Sebenarnya, jika pemerintahan ini tegas, jujur, dan adil, maka tidak ada hal yang perlu ditutup-tutupi dalam perkara mafia hukum dan pajak. Dengan adanya panitia kerja mafia pajak oleh DPR, maka pihaknya akan merekomendasikan pembentukan pansus ke sidang paripurna, hal itu merupakan harapan publik yang tidak hanya sekedar memotivasi hukum di negeri ini, tapi juga turut membantu dalam pencapaian mengungkap siapa The big fish mafia hukum dan pajak di negeri ini, serta diharapkan tidak ada upaya politisasi kasus Gayus dengan terbentuknya panitia kerja mafia pajak oleh DPR.

Jumat, 14 Januari 2011

Bius Pemersatu Bangsa

Oleh: Novrizal


Tim Garuda telah menunjukan ”Kepak sayap dan cakarnya” saat pertandingan yang telah dilewatinya. Thailand, Malaysia, dan Laos sudah merasakan sepak terjang para pejuang lapangan hijau ini, beberapa waktu yang lalu. Tak lepas dari hasil kerjasama pemain poros depan Irfan Bachdim, Christian Gonzales, Firman Utina, Oktovianus Maniani, dkk sehingga dapat menghasilkan skor yang baik. Kini telah dibuktikan lagi kemenangannya dengan sundulan Christian Gonzales asal club PERSIB Bandung, yaitu salah satu pemain naturalisasi dari timnas, aksinya menjadi sorotan karena berhasil membobol gawang tim Philipina yang diganyang dengan agregat skor 1-0, kamis malam kemarin.

Kemudian, dilanjutkan lagi dengan pertandingan balasan Indonesia vs Philipna menuju gerbang final. Lagi-lagi Tim ”Merah Putih” meraih kemenangannya melalui tendangan long shoot di luar kotak penalti, tendangan Christian Gonzales melesat ke jaring gawang lawan pada menit ke-42 di pertandingan pertama. Akhirnya, agregat yang diperoleh 1-0 atas kemenangan tim Merah Putih melawan Philipina. Kemenangan tersebut akan membawannya menuju partai final untuk melawan tim negeri jiran yaitu Malaysia di piala Suzuki AFF mendatang. Gegap gempita telah mengisi perasaan pendukungnya, euphoria bangsa Indonesia muncul karena kemenangan itu. Dilansir oleh berbagai media, bahwa tim Merah Putih sedang mengalami revolusi sepakbola ke arah yang lebih baik. Di bawah asuhan pelatih Alfred Riedl asal Austria, telah memberikan nuansa yang berbeda dengan sistem strategi yang diterapkannya.

Para pejuang lapangan hijau ini telah memberi catatan sejarah persepakbolaan Indonesia dalam ajang bergengsi piala Suzuki AFF dalam dua pekan terakhir ini. Timnas telah diwarnai dengan semangat dan kebangkitan yang membawa citra PSSI menjadi positif. Antusias bangsa turut menguak keinginan untuk menjadi rajanya Asia Tenggara dalam sepakbola se-ASEAN. Berita ketangguhan timnas yang digembar-gemborkan media seolah-olah turut menyemangangati para pejuang lapangan hijau ini.

Saat tim dari negara lain digulung dengan skor-skor telak, membuat citra positif terhadap timnas yang selama ini kurang, menjadi sangat memuaskan. Dalam krisis kepercayaan akan hukum, birokrasi, serta pemerintahan yang tengah terjadi di negeri ini, telah menurunkan citra pemerintahan dan membuat bangsa ”terpecah belah” menjadi bersatu hanya dalam sorotan ajang pertandingan bergengsi ini. Oleh karena itu, semangat untuk mendukung timnas pada saat berlaga telah memberikan suntikan ”bius pemersatu bangsa” dan meniadakan perpecahan golongan, baik dikalangan masyarakat sipil maupun masyarakat pemerintahan. Kaum elite pemerintahan pun seperti presiden, menteri, serta jajarannya berbaur dengan rakyat dan bersatu padu mendukung tim Merah Putih. Semoga hal demikian tidak bersifat sementara, janganlah sampai karena sikap yang fanatisme dapat meleburkan dan menciderakan citra positif bangsa yang kian membaik dalam pertandingan berikutnya.

Tidak hanya pada sepakbola, yang terpenting melalui suntikan ”bius pemersatu bangsa” ini, seluruh elemen masyarakat dari tingkat puncak sampai ke tingkat bawah dapat mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan antargolongan, serta tidak mengedepankan kepentingan golongannya. Dengan demikian, sikap seperti ini yang telah lama ”redup” dapat dinyalakan kembali di negeri tercinta ini. Dan, dengan semangat itu pula, semua warga negara di negeri ini akan siap turun ke lapangan untuk bersatu dan berteriak bebas demi kemenangan dan mengharumkan nama bangsa dalam pertandingan final melawan tim negeri jiran Malysia berikutnya, sembari bersorak: ”Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku, kuyakin hari ini pasti menang... Kobarkan semangatmu, tunjukan sportifitasmu, kuyakin hari ini pasti menang...!”