Entri Populer

Jumat, 01 Juli 2011

Catatan “Fotografer Dua Minggu”

Oleh: Novrizal


Jembatan Ambruk
Di hari pertama, Senin pagi, pada tanggal 03 Januari, kami berkumpul di depan gedung STIK-P Medan, untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh dosen fotografi: mengikuti pewarta foto media cetak di lapangan, mengambil dokumentasi peristiwa yang terjadi, mencari tahu bagaimana proses sebuah foto yang dimuat oleh media cetak. Setelah semuanya hadir, kami pergi menuju warkop Jurnalis (demikianlah sebutannya dimana tempat berkumpulnya para pewarta foto dari berbagai media), di kota Medan. Seusai menerima kabar dari seorang fotografer yang menjadi mentor, kami beranjak menuju Gedung Konsulat Malaysia. Lebih dari setengah jam menunggu, ternyata tidak ada peristiwa demonstrasi di depan Gedung Konsulat Malaysia, terkait nasib para TKW Indonesia yang menjadi bulan-bulanan oleh majikannya di Malaysia, seperti yang dikabarkan oleh rekan-rekan pewarta foto lainnya. Bingung harus bagaimana, namun mentor beralih dan menyeru untuk mengambil foto jembatan ambruk di Namorambe, tepatnya di ujung lokasi. Lalu, kami bergegas menuju lokasi tersebut. Sangat miris ketika melihat sebuah jembatan yang ambruk karena musim banjir yang sempat melanda sebagian kota Medan. Berdasarkan informasi, bahwa jembatan tersebut adalah yang menghubungkan 15 desa ke kawasan kota. Setelah memastikan lokasi, ternyata 15 desa tersebut terisolir karena jembatan yang ambruk. Kamera pun tak lepas membidik anak-anak berseragam hilir-mudik dan berusaha melewati jembatan yang terjal. Dengan keadaan seperti itu, belum ada kepedulian pemerintah daerah untuk meninjau lokasi tersebut.

Penertiban PKL dan Pengamanan Ruas Jalan
Di hari kedua, semuanya berkumpul di warkop Jurnalis menunggu mentor yang sedang briefing di kantornya. Tepat pukul 11.00 siang, kami masih menunggunya. Yang ada hanya para pewarta foto sedang asyik bermain kartu remi, bermain catur, dan kombur-kombur (istilah orang Medan). Pada hari itu, sangat berbeda sekali dari hari sebelumnya. “Skak! Habis kau kali ini! Tunggu apa lagi, cepat pesan ‘mandi’ (baca: teh manis dingin)!” Salah-seorang dari kami terkejut mendengar suara lantang itu, karena seorang pewarta foto sesaat berubah menjadi pecatur yang mengalahkan lawan mainnya. Tiba-tiba seorang dari mereka mendekat; dia bertanya mengapa kami sering berkumpul di tempat tersebut; salah-satu teman menjelaskan beberapa alasan kepadanya. Pada saat yang sama, kami tidak menghilangkan kesempatan untuk mengetahui profilnya sebagai pewarta foto. Saling share pengalaman dan cerita seputar dunia fotografi pun terjadi.

“Mungkin kalian lihat kami asyik main kartu, main catur, kongkow-kongkow, ‘kan? Beginilah ketika saat santai, tapi kalau tiba saatnya sibuk, tengah malam pun kami ladeni sebagai pewarta foto yang profesional.” Ujarnya kepada kami, sesaat melihat ramainya suasana di warkop Jurnalis tersebut, dan kalimat itu seolah-olah menjadi penutup dalam pembicaraan kami. Tak lama kemudian mentor datang, kemudian mengajak untuk mengambil foto peristiwa penertiban PKL di jalan Gatot Subroto dan pengamanan ruas jalan Nibung Raya di kota Medan. Pada waktu itu, kami berhasil mendapat dokumentasi peristiwa tersebut walau sedikit gerah, penat, dan bercampur rasa puas.

Hunting Foto
Di hari ketiga, kami bersepakat untuk menggali pengetahuan tentang fotografi; Kami mengadakan hunting bersama mentor, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana cara pengambilan foto pada saat menjelang sun shine dan pada malam hari. Tepat di Titi Gantung dekat dengan lapangan merdeka, karena lokasi tersebut cocok untuk melakukan pengambilan high angel dan slow speed pada istilah fotografi. Secara bergilir, kami mencoba untuk memahami teknis dalam pengambilan gambar di malam hari dengan mengatur speed (kecepatan) dan fragma (pencahayaan) yang ada pada kamera SLR. Selang beberapa jam, mentor menerima telepon dari kantornya. Hal itu menunjukan bahwa selesailah kegiatan hunting foto pada malam itu.

Peristiwa Kebakaran
Di hari keempat, kami masih tetap menunggu di tempat biasa pagi harinya. Pada saat itu, tidak ada peristiwa yang dapat didokumentasikan, karena mentor sedang melaksanakan tugas dimana kami tidak bisa mengikutinya. Begitu juga di hari-hari berikutnya. Kemudian, kami memanfaatkannya dengan mengevaluasi tugas dan mempelajari penulisan caption sebuah foto. Disusul beberapa hari berikutnya lagi, kami menerima informasi bahwa ada peristiwa kebakaran di Pulo Brayan; kebakaran itu menyebabkan ratusan kios pedagang ludes dan hangus oleh si jago merah. Kami bergerak menyinggahi dan mengambil dokumentasi layaknya seorang fotografer, meskipun secara bergantian. Usai mencari informasi penyebab kebakaran, seperti biasa kami langsung pamit meninggalkan tempat kejadian.

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara
Minggu kedua, pada tanggal 24 Januari, bisa dianggap menjadi tugas yang terakhir. Ada peristiwa yang harus kami dokumentasikan, yaitu pemeriksaan teroris di KEJATISU (Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara). Bersama-sama dengan mentor dan pewarta foto lainnya, kami menyiasati untuk mendokumentasikan proses tersebut. Secara bergilir angel-angel yang bagus dapat diambil. Walau proses itu lumayan seru, setidaknya kami punya hasil jepretan yang cukup bagus. Setelah mengumpulkan data dan semua hasil dokumentasi selama melaksanakan tugas, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Bung Roni, dia adalah seorang fotografer dari media cetak Harian Andalas di Medan, berkat kerjasama serta membagi pengalamannya, kami dapat mengetahui bagaimana cara kerja seorang pewarta foto media cetak. Hal yang dirasakan adalah kepuasan tersendiri. Decak kagum pun tak terucap kepada para pewarta foto, karena informasi dokumentasi mereka, publik mendapatkan berbagai informasi dari berbagai media. Dengan demikian, usailah tugas yang diberikan oleh dosen fotografi. Kami merasakan suatu pengalaman yang baru, dimana kami menyebutnya sebagai “Fotografer Dua Minggu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar