Oleh: Novrizal
Tut-tut-tut… Kereta api telah tiba. Selang beberapa menit, semua orang-orang yang berada di dalam bergegas turun di setasiun pusat daerah Medan. Sementara, orang-orang yang menunggu kedatangannya langsung berduyun-duyun masuk ke dalam gerbong. “Hore! akhirnya naik kereta api!” Seru Runi sembari mencari tempat duduk, yaitu salah satu di antara kami dari delapan orang yang ikut berlibur ke Kisaran. Selain ratusan penumpang lain, muatan gerbong yang kami tumpangi disusupi oleh puluhan pedagang keliling kala itu. Di antaranya penjual mie, pecal, pulsa, minuman ringan, kerupuk, lemang, dodol, dan lainnya yang siap menjajakan dagangannya. Ketika itu, aku duduk di kursi yang dapat diduduki oleh tiga orang sejejeran. Ada dua orang gadis di sebelahku, mereka adalah Runi dan Nurul yang berjilbab, sama-sama mengenakan baju kaos lengan panjang serta celana jeans. Runi merupakan seorang gadis yang periang, cantik, tidak menyolok jika mempunyai masalah. Berbeda dengan Nurul, dia adalah gadis yang cukup cerdas, lincah, berpengalaman pulang pergi dengan menggunakan jasa angkutan duo rel. Maka dari itu, kami menyebutnya sang juru kunci kereta api.
Kemudian, lima orang lagi ada di depan kursi kami yang saling berhadapan. Sederetan mereka adalah Cini, seorang teman bercirikan body yang terlalu langsing dan warna kulit yang agak gelap, orangnya sedikit pendiam. Berikutnya Ayu dengan sikapnya yang polos, biasanya sering menjadi bahan gurauan kawan-kawan karena kepolosannya. Selanjutnya, Puput dan Tama. Mereka adalah duo sejati dimana ada Tama di situ ada Puput. Dan, yang terakhir adalah Teriyan, teman kami yang satu ini berbadan kecil dan memiliki tinggi kurang dari satu setengah meter. Dia berdiri di samping Tama karena tempat yang tersediakan tidak cukup untuk lima orang, beruntung Tama masih dapat ujung kursi yang bisa didudukinya.
Hampir setengah jam kami duduk di dalam gerbong, akhirnya kereta api mulai bergerak perlahan-lahan. Tut-tut-tut... Bunyi suaranya menandakan kereta api siap meninggalkan setasiun pusat. Sungguh menyenangkan, kami dimanjakan dengan enjut-enjutan di dalam gerbong saat perjalanan. Sepertinya kami kembali ke masa kanak-kanak, dimana kami mengenang saat menaiki kuda-kudaan yang bergoyang naik-turun di tempat. Hmm... Terlalu manis untuk dilupakan masa-masa seperti itu.
Di ruang yang terbilang pengap dan beraneka aroma bau serta wewangian, dua orang petugas kereta api mendekati kami dan merazia tiket. Pasti tahu akibatnya, kalau ketahuan tidak punya tiket, bisa-bisa kami ditendang keluar atau bisa saja kompromi “tawar-menawar” mencari kesepakatan, seperti tidak tahu sajalah budaya negeri ini. Untunglah, tiket kami itu tersimpan dengan baik oleh Puput. Tiba-tiba, terdengar suara-suara yang memanggil. Semakin dekat, lebih dekat lagi. Oh! Ternyata salah satu pedagang menghampiri kami.
”Ayam goreng! Burung goreng! Telur puyuh...!” Demikianlah seorang pedagang menyorakan jajanannya, bermandikan peluh yang menghiasi wajahnya sedang melintasi kami.
”Burung goreng berapa, Bu?”
”Lima belas ribu dapat empat, Dek!”
”Bah! mahal kali! Nggak bisa sepuluh ribu dapat empat ya, Bu?”
”Nggak bisalah... Mau dapat berapa lagi, dah harga agen nih!” Sambil lalu, pedagang itu mengomel karena tawaran yang dia terima tidak seimbang.
”Oh, ya udah!” Ketus Puput yang berbadan tambun dan buntal, agak sedikit rewel bila ada orang yang membuatnya kesal. Berkali-kali dia gagal menawar harga, untuk dapat membeli burung goreng. Akhirnya, dia membeli juga dengan harga awal dari pedagang. Walau penjualnya berbeda, tapi harganya semua sama, sebab mereka jualan dari agen yang sama.
Kelihatan Tama dan Teriyan sedang berbisik-bisik, entah apa gerangan sehingga keadaan menjadi lebih hiruk setelah menyaksikan aksi tawar-menawar antara Puput dan pedagang keliling tadi.
”Kayaknya kelen bicara sesuatu, ada apa, Tam?” Sedikit penasaran aku mengacaukan mereka.
”Nggak ada kok!” jawabnya sedikit terperangah menatapku. Tama adalah teman lelaki yang kurang banyak bicara, tetapi dia amat pandai mengambil hati seorang gadis, yaitu si Puput. Sementara, Teriyan tersenyum kecil saat aku mengganggu mereka yang tengah asyik berbisik-bisik.
”Aku bingung nih... Cewek mana yang dibidik Teriyan. Pasalnya di samping kananku ada cewek, warna bajunya abu-abu. Di seberang belakangmu ada cewek juga, sama pulak warna bajunya. Acem tuh, Nuh?” Begitulah dia menyebut namaku, sedang menjelaskan apa yang dibisik-bisikan Teriyan kepadanya. Aku baru sadar, bahwa Teriyan telah membisikan kepada Tama, seorang wanita yang telah ditangkap oleh matanya.
”Ha-ha-ha...” Aku dan Tama tertawa kejang. Kami tertawa terbahak-bahak, rupanya salah satu wanita yang warna bajunya sama itu adalah seorang nenek.
”Wah! ternyata selera kau nenek-nenek ya, Yan? Hmm... yang mana nih? Ujung seberang atau di sebelah nih? Ha-ha-ha...” Sambil tertawa, ternyata tidak hanya aku, teman-teman yang lain pada ikut tertawa mendengar celotehan kami.
”Bukan gitu, Nuh! Aku suka aja liatnya, yang diseberang belakang itulah orangnya!” Kelihatan sekali, Teriyan agak malu-malu menunjuk wanita itu.
”Hoooo, yang itu rupanya! Pantaslah mata kau nggak berkedip kalo liat cewek itu. Apa perlu dinyanyikan sebuah lagu supaya kau bisa kenalan, Yan?” Aku mengguraui Teriyan yang sedang jatuh cinta dengan seorang wanita di dalam gerbong. Pucuk di cinta ulam pun tiba, kata pepatah lama tatkala kami mendengar sebuah tembang, suaranya semakin mendekati telinga kami.
”Ho... woo... hoo... berikan cintamu juga sayangmu, percaya padaku, ku kan menjagamu hingga akhir waktu menjemputku....” Terdengar lirik lagu dari group band Ungu yang dinyanyikan oleh sekelompok pengamen, semakin lama suara itu semakin mendekat. Sungguh unik bagiku, ternyata di setiap ruas gerbong ada juga pengamennya. Tak heran, jika orang-orang yang berlalu lalang di dalam gerbong berdesak-desakan. Dengan Lantunan lagu itu, tidak membuat Nurul, Cini dan Ayu bergeming mendengarkan, malah mereka teramat asyik bergosip dan tertawa. Begitu juga dengan Puput, malahan tengah asyik makan burung gorengnya itu. Namun, lantunan lagu itu membuat Runi tertidur dan bersandar di bahuku. Amboi! Sungguh nyaman dan membahagiakan melihat Runi seperti itu. Bergerak langkah Teriyan meninggalkan tempat, kelihatannya dia tidak mau diusik lagi. Aku tak tahu entah mengapa, mungkin lantunan lagu itu membuatnya malu saat mata kami menatap wajahnya.
”Loh! mau kemana, Yan?” Tanya Tama dengan tegas saat para pengamen masih tetap bernyanyi ditempat kami.
”Nggak kok! Cuma jalan-jalan aja!” Jawabnya sambil berlalu hingga dia tak kelihatan.
Tak lama, para pengamen berlalu meninggalkan tempat kami. Gema suara dan alat musiknya pun semakin lama semakin menghilang. Lalu, aku memerhatikan di sekitar kami. Banyak wajah-wajah yang kelelahan, seorang ibu yang menidurkan anaknya, dan ada juga yang mulai terkantuk ketika mendapat sandaran yang pas. Aku mulai merasakan hal yang bercampur aduk, sungguh penat, juga betapa nyamannya jika tidak ada kebisingan di sekitarku. Selalu begitu, di setiap setasiun kecil kereta api berhenti, banyak penumpang yang keluar dan banyak pula penumpang yang masuk ke dalam gerbong. Ditambah lagi para pedagang keliling, mereka bersorak-sorak menjajakan dagangannya sehingga membuat suasana riuh. Beginikah suasana di dalam gerbong kereta api? Berjam-jam kami duduk, menunggu untuk sampai tujuan. Akhirnya, aku duduk tertidur di dalam gerbong.
Entri Populer
-
BERBAGI CERITA BERSAMA BCA Oleh: Novrizal “Aku mau ikut program tabungan berjangka lah!” “Apa bedanya nabung seperti biasa?” Tany...
-
Oleh: Novrizal “Kamu lulusan apa?” Tanya seorang manajer sebuah perusahaan terkemuka kepada pencari kerja, saat interview di ruangannya. “...
-
By: Novrizal A creation is expensive, moreover invaluable of price for the creator. Anything of type, of course a creation was resulted by p...
-
Jumat, 08 Juli 2011 18:32 | Oleh : Novrizal | http://www.pewarta-indonesia.com/berita/pendidikan/6288-peranan-tik-dalam-pendidikan-di-indone...
-
Oleh: Novrizal Hampir setiap hari aku pergi ke warnet (Warung internet) yang lumayan jauh dari rumah. Awalnya, aku coba membuat akun Fb ( Fa...
-
Pewarta-Indonesia.com, 01/07/2011 | Novrizal Tiga puluh empat siswa-siswi SMPN 1 Medan yang mewakili Kwarcab Gunung Sitoli, mengikuti Jambo...
-
Cinta itu adalah sebuah perasaan yang dapat menghasilkan suatu diantaranya tanggung jawab, ketakutan, kebahagiaan, kesedihan serta pengorban...
-
Oleh: Novrizal Kemarin Pagi, saya mendapat informasi tentang pemberitaan status keistimewaan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Beri...
-
Selasa, 05 Juli 2011 00:11 | Oleh : Novrizal | pewarta-indonesia.com “Tepuk Pramuka! Pra… Mu… Ka… Praja Muda Karana!” Siapa yang tidak kenal...
-
Oleh: Novrizal Banyak perusahaan jasa telekomunikasi menawarkan pelayanan yang baik tanpa menghiraukan kualitas pelayanannya itu sendiri. Di...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar